Alkisah, ada seekor burung kecil yang amat disayang sama
tuannya. Tuannya itu memperlakukan burung tersebut dengan sangat baik. Namun,
burung kecil itu adalah seekor burung yang sombong, teramat sangat sombong. Keinginannya
setiap hari adalah sama, ingin terbang pergi dari tuannya dan melihat dunia. Karena
ia berpikir bahwa kalau dirinya sebenarnya adalah rajawali yang terbang tinggi
di langit luas, bukan seekor burung yang hanya diam di kandang.
Akhirnya burung itu berkata pada tuannya, “ Tuan, tolong
lepaskan aku. Aku ingin melihat dunia, aku ingin terbang tinggi, aku ingin
menjadi rajawali di angkasa. Kalau tuan benar menyayangiku, tolong lepaskan
aku. Buktikanlah kasih sayang tuan padaku dengan cara melepasku pergi.” Karena sang
tuan tidak mengizinkan, maka burung kecil itu mulai dengan sejuta dalih. “
Tuan, kalau aku di sini terus aku tidak akan bahagia. Apa tuan mau melihatku
tidak bahagia? Aku bisa saja melukai tanganmu saat kau menggenggamku. Tuan,
tolong jgn menggenggamku krn aku seumpama pasir yang semakin kuat kau genggam
maka akan semakin banyak yg lepas.” Sekali lagi, dalih itu ternyata masih belum
cukup kuat. Akhirnya burung kecil tersebut mulai menyakiti tuannya, mulai
mencari setiap kesalahan tuannya, mengatakan bahwa tuannya adalah tuan yang
kejam, segala hal ia lakukan hanya untuk dapat terbang bebas. Singkat cerita,
tuannya itu akhirnya melepasnya pergi. Tak terbayangkan betapa senangnya burung
itu. Sebelum ia terbang, ia berkata pada tuannya, “Tuan, satu hari nanti aku
akan kembali sebagai rajawali. Tunggulah aku. Aku akan kembali. Maafkan aku soal
luka yang telah kubuat. Waktu dapat menyembuhkan luka kita, tuan.” Burung itu
pun berdoa dalam hati, “ Tuhan, terima kasih untuk tuan yg begitu baik yg Kau
hadiahkan padaku. Tapi maaf Tuhan, saat ini aku belum dapat menerimanya. Bisakah
aku menitipkan sebentar hadiah itu padaMu? Nanti, setelah aku menjadi rajawali
aku pasti akan siap menerima hadiah itu. Jujur Tuhan, aku muak dengan semua
perlakuan tuanku kepadaku. Mengapa ia menganggap aku begitu istimewa? Aku muak
Tuhan. Maka biarlah waktu yang menyembuhkan aku dan tuanku.”
Singkat cerita, burung itu terbang melihat dunia. Perjalanannya
tak semudah yang ia pikirkan. Ada kalanya ia kelaparan, dan ia ingat betapa
tuannya tidak pernah lupa member ia makan. Ada kalanya ia sakit, dan ia ingat
betapa tuannya merawat dan mendekapnya saat ia sakit. Ada kalanya ia kesepian,
sedih dan sendiri. Namun, ada kalanya ia begitu gembira dan ia lupa sama sekali
tentang tuan yang telah disakitinya. Tahun pun berganti, burung kecil itu kini
telah dewasa. Pelajaran hidup telah banyak merubahnya, ia tidak sesombong seperti
dahulu lagi. Ingin ia terbang kembali kepada tuannya, namun ia malu. Malu karena
ia bukanlah seekor rajawali yg terbang membumbung tinggi di angkasa, ternyata
ia hanyalah seekor wallet yang hinggap pada dahan pepohonan.
Suatu hari, setelah menunda sekian lama, akhirnya burung itu
memutuskan untuk kembali dan melihat tuannya secara diam2. Ia berpikir, tuannya
tentulah masih menunggunya karena ia ingat betapa tuannya sangat menyayanginya
seperti hanya ialah burung yang ada di dunia ini. Terbang diam2,, burung itupun
kembali.
Namun, waktu telah berganti. Masa telah berlalu. Hadiah yang
dulu sempat ia titipkan pada Tuhan, ternyata telah ia titipkan untuk selamanya.
Tuannya tidak lagi menunggunya. Sama seperti burung itu telah berubah menjadi walet,
hati tuannya pun telah berubah. Tuannya ada di sana, di depan matanya, namun
seakan jauh sekali.
Diam2 burung itupun terbang pergi… semakin menjauh….
Ia hendak menemukan langitnya…
Tak ada kata menyesal dalam hatinya telah melakukan
perjalanan itu…
Hanya,, ia sudah tak sanggup menoleh ke belakang…
Satu2nya penyesalan adalah saat dia meninggalkan tuannya,
seandainya saat itu dia tidak melukai tuannya.
Sayap walet yang tidak sekokoh rajawali sama seperti hati
burung itu yang tidak setegar seperti yg terlihat.
Hanya tuannya lah yang menjadi penyesalannya,,, dan hanya tentang tuannya…
Ia terus terbang,, sampai saat ini…. Terus melihat dunia,,
terus diubahkan… terus mencari langitnya… dengan membawa sebuah penyesalan…. penyesalan akan janji untuk kembali yang tak pernah terpenuhi...
janji hanyalah tinggal kata2 kosong belaka... burung itu tak pernah kembali...
bukan karena ia tak mau, tapi tak ada lagi tempat untuknya bagi tuannya....
janji hanyalah tinggal kata2 kosong belaka... burung itu tak pernah kembali...
bukan karena ia tak mau, tapi tak ada lagi tempat untuknya bagi tuannya....
Karena akulah burung walet itu……
0 comments:
Posting Komentar